KALPATARA.ID– Kearifan lokal di Indonesia bergandengan erat dengan aktivitas yang ekologis. Salah satu kearifan lokal masyarakat di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat, adalah Tradisi Sasi, yang ditujukan untuk menjaga ekosistem laut agar populasi sumberdaya hayati tetap melimpah.
Raja Ampat terletak di ujung barat laut Papua Barat, Indonesia, yang memiliki keanekaragaman hayati laut. Wilayahnya terdiri dari 4.6 juta hektar lautan, 1.411 pulau kecil, pulau karang atau atol, dan beting, yang mengelilingi empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
Tradisi Sasi terbagi menjadi dua, yakni Sasi Laut dan Sasi Darat. Di Raja Ampat, yang didominasi wilayah perairan beserta kekayaan hayatinya, sehingga masyarakatnya bergantung dari hasil laut.
Kata ‘Sasi Laut’ berasal dari bahasa asli penduduk setempat, yang artinya adalah Sumpah. Tradisi Sasi dianggap sebagai cara untuk mendapatkan izin mengambil hasil di daerah yang mereka lindungi.
Bagi mereka, tradisi Sasi Laut adalah tradisi yang suci dan semua orang harus mematuhi aturannya untuk menjaga kesucian tradisi itu.
Filosofi dari tradisi Sasi Laut adalah menghargai dan meminta izin kepada Sang Pencipta untuk mengambil ciptaan-Nya.
Sasi Laut adalah tradisi adat yang dilakukan oleh masyarakat lokal di Raja Ampat. Tradisi ini dilakukan sebagai tanda untuk memulai atau menyelesaikan masa panen hasil laut. Selain itu, tradisi ini pun dilakukan guna untuk mendapat hasil yang melimpah saat masa panen, dengan cara menutup daerah tersebut hingga waktu yang ditentukan.
Masyarakat di Raja Ampat mempercayai bahwa ketika mereka pergi ke laut, kesuksesan mereka akan hasil panen tergantung dari tradisi Sasi Laut yang dilakukan.
Walaupun hasil dari Sasi Lautnya melimpah, masyarakat disana tidak mengambil secara berlebihan dan menyepakati peraturan bersama selama buka sasi. Hal ini dilakukan agar sumber daya laut tetap tersedia di alam, dan bisa dipanen pada musim-musim berikutnya. Dengan cara ini, jumlah hasil laut di Raja Ampat bisa terus melimpah.
Awalnya, para leluhur di wilayah ini sudah memberlakukan Sasi ke semua wilayah di Raja Ampat. Namun kemudian, ada kelonggaran aturan agar Sasi diterapkan di wilayah tertentu.
Dalam perkembangannya, penerapan Sasi terhadap sejumlah kawasan laut awalnya dilakukan oleh kelompok laki-laki melalui pendampingan oleh organisasi pelestari lingkungan. Pada 2018, pendampingan mulai melibatkan kelompok perempuan.
Pada 2009, riset Gerald Allen (Western Australian Museum) dan MV Erdmann (Conservation International) menunjukkan bahwa Raja Ampat sangat mengesankan dan memiliki spesies laut terbanyak.
Indonesia sendiri, sudah memiliki payung hukum yang mendukung kearifan lokal dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup, yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Tentunya dalam skala nasional, pemanfaatan sumber daya alam pada ekosistem secara produktif dan melakukan pelestarian lingkungan secara arif, maka dapat mewujudkan lingkungan yang produktif dengan kearifan lokal yang berkelanjutan.***