KALPATARA.ID– Taber gunung merupakan prosesi adat masyarakat Jerieng di Desa Pelangas, Kepulauan Bangka Belitung dalam menjaga keharmonisan manusia dengan alam.
Taber Gunung memiliki peran penting dalam keseharian masyarakat Jerieng. Khususnya terhadap pengharapan akan kesuburan ladang, hasil madu, serta terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti bala atau bencana.
Dalam bahasa setempat taber gunung, taber memiliki arti disucikan. Dalam prosesi adat setempat diartikan sebagai aktivitas untuk menolak bala dengan menggunakan air beras, kunyit, dan tumbuhan taber.
Sedangkan gunung adalah mengacu kepada tempat yang akan disucikan. Maka Taber Gunung ini berarti sebuah prosesi adat untuk menolak bala dan mengharapkan berkah yang dilaksanakan di atas gunung. Atau secara umum dikenal sebagai sedekah gunung.
Wilayah Bangka sebenarnya bukan wilayah pengunungan. Namun karena di Desa Pelangas memiliki semacam bukit puncak, sehingga masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah gunung.
Pelaksanaan Taber Gunung Dari Waktu ke Waktu
Upacara adat ini telah dilaksanakan oleh keturunan batin gunung yang pertama yaitu Kek Adung setelah beliau wafat dilanjutkan oleh Kek Weng sampai tahun 1900-an.
Tradisi ini dilanjutkan oleh Kek Fit sampai tahun 1920-an. Dan dilanjutkan kembali oleh Kek Imam hingga tahun 1945.
Kemudian tahun 1950, dilanjutkan oleh Kek Pot. Sampai dengan tahun 1966, dilanjutkan oleh Kek Dramen dan dilanjutkan oleh kek Gebel hingga tahun 1998.
Dan selanjutnya dilakukan oleh Tok Janum hingga saat ini, sebagai keturunan ke-delapan dari tetua masyarakat adat Jerieng.
Sebelum pelaksanaan taber gunung dilanjutkan oleh Tok Janum, prosesi adat ini sempat dihentikan dikarenakan dianggap syirik dalam ajaran Agama Islam
Namun setelah salah satu keluarga Tok Janum yang mengalami gangguan gaib barulah pelaksanaan taber gunung ini dilanjutkan kembali, agar masyarakat juga dapat terhindar dari gangguan tersebut.
Sekilas Taber Gunung
Prosesi adat ini dilaksanakan di setiap tahunnya, biasanya dilaksanakan pada saat 14 hari bulan purnama atau lebih tepatnya mengikuti perhitungan penanggalan Hijriah yaitu pada hari ke – 14 di bulan Muharram.
Tepat di hari pelaksanaan, masyarakat lintas Jerieng generasi berkumpul di halaman rumah Ketua Adat di Desa Pelangas untuk menghadiri taber gunung.
Alunan gendang dan gong, menjadi pertanda dimulainya perjalanan menuju Bukit Penyabung, wilayah sakral Suku Jerieng, sekaligus tempat ritual.
Perjalanan dimulai dari balai desa, tempat ditampilkannya tari tabuh yang diringi musik gendang dan gong. Prosesi berikutnya, berjalan menuju pemakaman Desa Pelangas, dan berziarah ke makam Kek Adung dan Kek Weng, leluhur atau batin gunung Suku Jerieng masa lalu.