KALPATARA.ID-Dalam forum diskusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini di Malta, dibahas tentang dampak ganda perubahan iklim, yaitu migrasi orang dari satu wilayah ke wilayah lain akibat perubahan iklim. Mereka disebut Climate Refugee.
UNHCR memperkirakan, sebanyak 21,5 juta jiwa telah berpindah tempat akibat perubahan iklim. Data ini dikumpulkan sejak 2010 hingga 2021. Angka ini diperkirakan akan meningkat dalam beberapa dekade mendatang.
The Institute for Economics and Peace, sebuah lembaga kajian Australia memprediksi sejumlah 1,2 miliar orang dapat mengungsi secara global pada tahun 2050 karena perubahan iklim dan bencana alam.
Istilah Climate Refugee atau “pengungsi iklim” pertama kali diciptakan untuk mendeskripsikan peningkatan migrasi skala besar dan perpindahan massal orang lintas batas yang sebagian disebabkan oleh bencana terkait cuaca.
Di tahun 1985, pakar Program Lingkungan PBB (UNEP) Essam El-Hinnawi mendefinisikan pengungsi iklim – juga disebut migran iklim atau lingkungan – sebagai orang yang telah “dipaksa meninggalkan habitat tradisional mereka, untuk sementara atau selamanya, karena gangguan ekstrim pada lingkungan mereka”.
Perubahan iklim tidak hanya menimbulkan ancaman langsung pada manusia dan infrastruktur, tetapi juga merupakan bahaya jangka panjang yang secara perlahan dapat menggoyahkan masyarakat dan ekonomi.
Dampak pada permukaan laut, selama 30 tahun terakhir, jumlah orang yang tinggal di daerah pesisir yang berisiko tinggi atas dampak naiknya permukaan air laut telah meningkat dari 160 juta menjadi 260 juta, 90 persen di antaranya berasal dari negara berkembang dan negara pulau kecil.
Baca Juga: Peringatan Sekjen PBB, Jakarta akan Terkena Dampak Serius Kenaikan Air Laut
Kenaikan temperatur, dapat mengurangi ketersediaan air dan kualitas air. Masalah yang muncul dari kondisi ini adalah penyebaran penyakit dan meningkatkan kemungkinan kekeringan, yang menyebabkan gagal panen. Ancaman krisis pangan mengintai dalam situasi ini.
Berbagai dampak dan faktor bencana lainnya mendorong migrasi masal manusia untuk mencari tempat tinggal yang lebih baik. Efek panjang yang bisa timbul akibat migrasi ini adalah faktor keamanan dan perebutan sumber makanan.
Meskipun perhatian terhadap Climate Refugee mulai ditunjukkan oleh dunia internasional, tetapi perkara perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain akibat perubahan iklim belum tuntas menemui kesepakatan antar negara.
Baca Juga: 7 Warisan Budaya Dunia Terancam Punah Karena Perang Rusia-Ukraina
Dalam COP 27 tahun 2022, pembahasan tentang dana bantuan internasional untuk kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim bagi negara-negara yang rentan dampak perubahan iklim, telah menjadi salah satu agenda, namun detail mengenai pembiayaan keuangan masih akan menjadi agenda pada COP 28 di Dubai.
Terlebih lagi, definisi dan karakteristik Climate Refugee tidak bisa begitu saja disesuaikan dengan terminologi dan hukum pengungsi internasional yang telah berlaku sebelumnya. Maka, perhatian atas isu ini diperlukan untuk mencapai kesepakatan lintas internasional.***