KALPATARA.ID– Kelahiran Wuku Warigagung membawa karakter yang memberikan pengaruh pada nasibnya.
Wuku Warigagung diambil dari nama Raden Warigagung, anak keenam dari Prabu Watugunung dengan Dewi Sinta. Raden Warigagung adalah saudara kembar Raden Warigalit yang juga menjadi nama wuku persis sebelum Wuku Warigagung.
Di Bali, wuku Warigagung disebut sebagai Warigadian, dengan karakter lahir yang tidak berbeda dengan wuku di Jawa.
Kelahiran Wuku Warigagung dinaungi oleh Batara Maharesi. Tak banyak dikisahkan tentang Batara Maharesi di dalam pewayangan, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa Batara Maharesi memang ditugasi sebagai penjaga wuku.
Kelahiran Wuku Warigagung memiliki karakter yang lemah lembut. Namun, di balik lemah lembutnya, ia memiliki keinginan yang kuat. Jika menemui seseorang dengan kelahiran Wuku Warigagung, akan terlihat kesabarannya.
Dengan kesabarannya, kelahiran Wuku Warigagung memiliki keampuhan dalam mencari nafkah. Peruntungannya besar dalam hal nafkah hidup. Namun sayangnya, mengalami banyak beban berat dalam hidupnya.
Beban berat akan banyak dialami saat masa mudanya. Di usia yang sudah matang, barulah kelahiran Wuku Warigagung mengalami masa bahagia.
Kelahiran Wuku Warigagung memiliki pembawaan yang agak angkuh. Jika sedikit saja diberi kesempatan berbicara, maka akan banyak kata yang keluar dari mulutnya. Kepandaian berbicara ini juga menjadi salah satu modalnya di dalam mencari nafkah.
Di dalam kitab Pawukon, kelahiran wuku Warigagung juga digambarkan dengan berbagai simbol. Digambarkan Raden Warigagung sedang menghadap Batara Maharesi dengan menghadap rumah gedong dan membelakangi rumah gedong, burung betet terbang di atas pohon cemara.
Kayunya adalah pohon cemara yang merupakan simbol karakter angkuh dan banyak bicara. Sedangkan burungnya disimbolkan dengan betet sebagai perlambang rajin mencari rejeki.
Gambar bangunan gedung yang terletak di depan dan belakang merupakan simbol akan meraih kebahagiaan di hari tuanya.
Keris yang cocok untuk kelahiran Wuku Warigagung adalah Sempana Kinjeng, Kebo Lajer, Pudhak Sategal, Putri Sinaroja, Campur Bawur dan Sadak.***