Data terbaru yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia menyebutkan 3,12 juta hektare perkebunan kelapa sawit merambah masuk ke dalam kawasan hutan tidak terkecuali di antaranya di hutan lindung dan kawasan konservasi. Ini menambah daftar panjang penyumbang perubahan Iklim dari Indonesia.
Baca juga: 5 Fakta Krisis Perubahan Iklim
Temuan terbaru Greenpeace Indonesia dan para saintis yang tergabung dalam The Tree Map menunjukkan adanya kawasan seluas 3,12 juta hektare (Ha) perkebunan kelapa sawit ilegal yang merambah masuk ke dalam kawasan hutan hingga akhir tahun 2019.
Dalam laporan terbarunya, Greenpeace Indonesia menyatakan setidaknya terdapat 600 perusahan perkebunan kelapa sawit berada di dalam kawasan hutan, dan sekitar 90.200 hektare perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan konservasi.
Letak perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan paling luas berada di pulau Sumatera (61,5%) dan Kalimantan (35,7%). Konsentrasi kawasan di kedua pulau tersebut terpusat pada dua provinsi ekspansi besar yaitu provinsi Riau (1.231.614 hektare) dan Kalimantan Tengah (821.862 hektare). Total dari kedua provinsi ini menyumbang dua pertiga dari total nasional.
Sepanjang tahun 2001-2019, Greenpeace Indonesia menemukan bahwa hutan primer seluas 870.995 Ha dalam kawasan hutan telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Akibatnya, terjadi peningkatan emisi GRK yang terpantau dari munculnya Jejak Karbon sebesar 104 juta metrik ton karbon. Ini setara dengan 33 kali emisi karbon tahunan yang dihasilkan untuk konsumsi listrik oleh semua rumah di Jakarta, atau 60% dari emisi tahunan penerbangan internasional.
Baca juga: 5 Hal Seputar Jejak Karbon Yang Patut Diketahui
Pastinya, keberadaan perkebunan-perkebunan kelapa sawit bersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) di dalam kawasan hutan secara signifikan membahayakan komitmen terhadap pengurangan emisi GRK.
Dalam Laporan Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) tahun 2021, “code red for humanity,” menyatakan bahwa setelah penggunaan energi fosil, perubahan fungsi lahan, termasuk kegiatan seperti konversi kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, merupakan penyumbang kedua terbesar terhadap perubahan iklim yang dipicu oleh manusia.
Oleh sebab itu, Greenpeace terus mengingatkan kepada pemerintah Indonesia tentang pentingnya pertimbangan dampak ekologi untuk dimasukkan ke dalam rencana tata ruang, sementara di sisi lain, penguatan pekebun swadaya tetap mendapatkan perhatian serius.
Dengan demikian Indonesia tetap mampu memastikan ekonomi yang berkelanjutan berjalan sinergis dan harmonis dengan tetap memberikan perlindungan pada keanekaragaman hayati, dan ikut terus berupaya mempertahankan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat untuk mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim.
Baca juga: Black Carbon (Karbon Hitam), Pengganggu Kesehatan dan Penyebab Perubahan Iklim
Editor: Mahendra Uttunggadewa