KALPATARA.ID –
Beberapa waktu lalu viral seorang anak sekolah dasar yang membawa bekal makan dengan lauk ulat sagu dan direkam oleh gurunya. Tidak banyak yang mengetahui jika ulat sagu yang terlihat menggelikan ternyata memiliki nilai gizi protein yang tinggi bahkan lebih tinggi daripada telur. Ulat Sagu nyatanya menyimpan kandungan gizi cukup lengkap yang dibutuhkan tubuh seperti protein, lemak, dan karbohidrat.
Dikutip dari Indonesian Journal of Nursing and Health Science, ulat sagu mengandung protein hingga 9,34 persen serta sejumlah asam amino esensial seperti asam aspartat, asam glutamat, tirosin, lisin, hingga metionin. Dengan kandungan protein yang tinggi tersebut ulat sagu bisa dijadikan alternatif sumber energi protein hewani.
Dibandingkan telur ulat sagu ternyata mampu mempertahankan kadar proteinnya meskipun sudah mengalami proses pengolahan atau dimasak. Masyarakat Papua biasa mengkonsumsi ulat sagu dengan cara dipanggang atau digoreng. Tak hanya dikonsumsi setelah diolah, ulat sagu juga bisa dikonsumsi secara langsung alias mentah tanpa proses dimasak.
Beberapa masayrakat menyebutkan ulat sagu memiliki tekstur kenyal seperti udang dan citarasa yang serupa namun terasa sedikit lebih manis dibandingkan udang.
Ulat Sagu yang memiliki nama ilmiah Rhynchophorus ferruginenus hidup di dalam batang pohon sagu yang telah tumbang. Di daerah asalnya Papua Ulat sagu dijadikan sumber protein hewani yang sangat populer. Meski memiliki banyak kandungan gizi yang tinggi pangan khas Ulat Sagu memiliki harga murah meriah bahkan ketersediaanya biasanya banyak di alam hutan Papua.
Pada umumnya ulat sagu memiliki panjang sekitar 5 cm atau sebesar ibu jari. Ulat sagu berwarna cokelat kekuningan dengan bagian kepala berwarna cokelat gelap. Ulat sagu merupakan larva dari kumbang sagu yang termasuk kategori serangga hama. Kumbangnya yang berwarna cokelat kemerahan dapat dijumpai di pohon kelapa, aren, hingga salak. Karena larvanya sering ditemukan pada pohon sagu orang sering menyebutnya ulat sagu.
Masyarakat Papua juga membudidayakan ulat sagu untuk memenuhi kebutuhan permintaan ulat sagu di pasaran. Panen budidaya ulat sagu dapat dilakukan dalam durasi sekitar 1 hingga 2 bulan setelah pohon sagu ditebang.
Pelestarian kawasan dusun sagu menjadikan ulat sagu juga ikut lestari sebagai pangan lokal warisan adat budaya Papua yang menjadi sumber nutrisi sehat masyarakat adat setempat.***