KALPATARA.ID-Menurut Penanggalan Bali, Rabu Wage Wuku Langkir merupakan salah satu hari suci yang diperingati oleh umat Hindu Bali. Rabu Wage yang juga disebut Buda Wage, pada hari ini, tidak disarankan untuk melakukan transaksi keuangan.
Rabu Wage Wuku Langkir atau dalam penyebutan bahasa yang lebih halus Buda Cemeng Langkir diperingati oleh umat Hindu Bali sebagai rerainan. Dimaksudkan untuk melakukan persembahan terhadap Sang Hyang Sri Nini dan Dewa Sadhana yang melimpahkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Rerainan atau peringatan hari suci ini berdasarkan dari Lontar Sundarigama yang menyatakan,
Buda waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, betari manik galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.
Petikan lontar ini berarti Buda Wage, Buda Cemeng namanya, keterangannya ialah, mewujudkan inti hakekat kesucian pikiran, yakni putusnya sifat-sifat kenafsuan. Itulah yoga dari Bhatari Manik Galih, dengan jalan menurunkan Sang Hyang Omkara Amrta (inti hakekat kehidupan), di luar ruang lingkup dunia skala.
Di dalam hitungan satu siklus Pawukon, umat Hindu Bali memperingati 6 kali Buda Wage, yaitu pada: Buda Wage Ukir, Buda Wage Warigadean, Buda Wage Langkir, Buda Wage Merakih, Buda Wage Menail dan Buda Wage Klawu.
Pada saat hari Buda Wage Langkir seseorang diharapkan untuk mewujudkan inti hakekat kesucian pikiran, dengan jalan mengendalikan sifat-sifat kenafsuan.
Hari pemujaan pada pengampu kemakmuran, Dewi Sri dan Dewa Sadhana ini justru diperingati dengan menghindari transaksi keuangan, termasuk menagih atau membayar hutang, juga menabung.
Dimaksudkan pada hari suci kemakmuran ini, terfokus pada makna kemakmuran yang luas, tidak semata tentang uang dan harta.
Sebagai sarana pemujaan, menghaturkan wewangian di tempat tidur dan melakukan renungan suci pada malam harinya.
Peringatan dan persembahan kepada Dewi Sri dan Dewa Sadhana bagi umat Bali merupakan salah satu ritual penting. Hal ini karena keduanya dewa dan dewi tersebut juga terkait dengan kehidupan ekonomi masyarakat Bali, terutama dalam hal olah pangan.
Di era yang material ini peringatan ini menjadi momen penting untuk menghayati makna kemakmuran bukan hanya tentang materi. Renungan suci sebagai refleksi menuntun pelaku ritual memaknai rasa-rasa dalam dirinya yang bukan berlandaskan nafsu duniawi.***